Showing posts with label Pantai. Show all posts
Showing posts with label Pantai. Show all posts

Tuesday, August 30, 2016

Pesona Pantai Kaluku (Enchantment of Kaluku Beach)


Menurut penduduk setempat, Kaluku berasal dari bahasa Kaili yang berarti pohon kelapa. Sesuai dengan arti namanya, pantai Kaluku dipenuhi dengan pohon Kelapa yang menjulang tinggi. Pantai Kaluku terletak di Kabupaten Donggala, sekitar 1,5 jam dari pusat Kota Palu. Pantai Kaluku memiliki garis pantai yang cukup lebar. Di saat siang, wilayah pasir pantainya akan terlihat luas karena adanya pasang surut yang menyebabkan perahu-perahu ditambatkan di kejauhan. Tidak banyak perahu nelayan yang tertambat. Terik matahari sedang menjadi-jadi saat saya mengunjungi pantai ini. Pantai ini memiliki air yang jernih meskipun tidak ada spot untuk snorkling seperti di Tanjung Karang.

Sekilas, Pantai Kaluku tak seindah pantai Tanjung Karang yang lokasinya tak jauh. Namun, pantai ini memiliki daya tarik tersendiri. Selain masih cukup sepi, pantai ini masih tergolong alami, tenang dan eksotik. Belum banyak tangan jahil di sini. Cocok untuk bersantai. Enaknya lagi, di sini tidak ada pungutan alias gratis masuk dan free parking.

Di sepanjang pantai Kaluku, sudah ada yang mendirikan gazebo-gazebo sederhana yang disewakan untuk sekadar beristirahat. Tak hanya itu, pantai ini memiliki cukup banyak spot untuk berfoto. Sepertinya sih buatan dari penduduk setempat. Mulai dari ayunan hingga kalimat-kalimat romantis yang bisa dimanfaatkan untuk pre wedding.

Semoga saja pantai Kaluku tetap bersih dan alami.

======================================================================

According to the locals, Kaluku taken from Kaili language means coconut tree. As to it's name, Kaluku beach filled with towering coconut trees. Kaluku beach located in Donggala, about 1.5 hours from the center of Palu city. Kaluku beach has a quite wide coastline. At midday, the sand beach area will look spacious because of tides, causing the boats are moored in the distance. Not many fishing boats are moored. The sunshine was rampant when I visited this beach. This beach has a crystal clear water even though there was no spot for snorkeling like in Tanjung Karang.

Glance, Kaluku beach looks not as beautiful tanjung karang beach which located not quite far away. However this beach has its own charm. Besides quite deserted, this beach is also still natural, calm and exotic. Not many ignorant hands here. Ideal for relaxing. Ease back, in here there is no fee, free entrance and free parking.

Along the coast of kaluku beach, there are simple gazebos rented for simply rest. Not only that, this beach has pretty much spot to take pictures. It seems artificial heck of locals. you can find here swing even romantic words that can be utilized for pre wedding shoot.

hopefully Kaluku beach keep remain clean and natural

Friday, June 5, 2015

Untung Jawa - Sejengkal keluar Dataran Tanah Jawa

Pulau ini tak jauh dari Jakarta. Masih tergolong pulau Seribu sih. Jika biasanya untuk ke pulau seribu yang lain seperti Pulau Pramuka, Tidung dan lainnya, kita menyeberang dari Dermaga Muara Angke, maka untuk ke pulau Untung Jawa, pelabuhan yang terdekat adalah dari Tanjung Pasir yang berada di Tangerang. Asiknya.. kalau ke tempat ini tidak perlu menginap juga bisa (One day Trip)




Perjalanan dari BSD ke Tanjung Pasir kurang lebih 2 jam menggunakan angkutan umum alias angkot. Dari Tanjung Pasir yang tidak luas itu, ada banyak kapal penumpang yang akan menyeberangkan kita ke Pulau Unutung Jawa. Kapal terakhir sih katanya berangkat pukul 7 malam dari untung jawa. Biayanya Rp 25.000 per orang sekali jalan. Kalau ditanya berapa jam perjalanan... kurang lebih 30-45 menit aja. deket banget kan... Dan selama perjalanan ke pulau untung jawa, beberapa kali bisa melihat segerombolan burung sedang menari-nari di atas lautan. Pemandangan yang langka....

Di pulau ini selain ada pantai juga ada wisata hutan bakau/mangrove. Disini kita dapat berjalan di tengah hutan bakau melalui jalan setapak terbuat dari kayu-kayu sambil menikmati suasana alam laut yang segar. Untung Jawa sendiri bukan pulau yang tak berpenghuni. Di pulau ini sudah terdapat homestay atau penginapan sederhana dan banyak fasilitas untuk pengunjungnya. Asiknya lagi... makan seafood di sini tergolong murah dan harganya relatif sama satu sama lain. Paket berdua Rp 70.000 aja sudah dapat ikan setengah kilo, nasi, lalapan dan minum.ssttt.. kalau yang jual baik, bisa nambah cumi yang mayan gede satu ekor. hohohohohooh... Ikan di sini segar2 lho.... namanya juga pinggir pantai ya..

Sekalipun tak jauh dari daratan, perairan di pulau ini cukup bersih. Sangat berbeda jauh dari Ancol yang butek dan bau. Sayangnya garis pantai di pulau ini kecil.. tapi... pasirnya putih lhooooo... beberapa bagian dari pulau ini memang untuk budidaya bakau jadi selain pantai.. kita bisa menikmati berada di tengah hutan bakau.

Untuk menikmati pulau ini,.. enaknya jalan kaki santai. satu pulau bisa dikelilingin selama 1-2 jam aja kok.. plus foto-foto narsis ya.. bisa 3 jam lah.... ada banyak spot cakep buat narsis riaa euy.. dermaga.. kapal-kapal nelayan tua.. jembatan di tengah mangrove... perpaduan mangrove dan lautan... cakep-cakep lhoooo...Poin positifnya tempat ini.. bisa menikmati sunset yang bulettt...

Tuesday, December 28, 2010

Sawarna

karang terkenal di tanjung layar... :)

Jumat 6 Agustus 2010 pukul 11 malam, Ransel sudah siap, 'peluru' sudah komplit, akomodasi sudah oke. Kini saatnya berangkat meninggalkan Jakarta. Berpetualang dan mencari kesegaran sekaligus menambah teman baru. Sukur-sukur ada yang nemu Jodoh. Ahahahhaha...Mel, Wenti, Evi, Nani, Ollie, Asina, Arjuna, Lucas, Khunkhun, Riki, Riyant, dan Ami adalah pasukan dalam perjalanan ini.

makan mie di pinggir jalan

Jam 11 tepat, kami meninggalkan Jakarta dengan mobil elf sewaan plus sopirnya. Mobil ini kami sewa seharga 1,8 juta selama 3 hari. Harga tersebut belum termasuk bensin. Untuk bensinnya sendiri kurang lebih Rp 300.000,- pulang pergi. Kami mengambil rute Jakarta-Pelabuhan Ratu-Sawarna yang cukup cepat. Hanya sekitar 6 jam perjalanan saja. Sebelum sampai di desa Sawarna, Lebak, Banten, kami sempat mampir di warung pinggir jalan untuk istirahat sejenak dan menghangatkan tubuh dengan semangkuk indomie dan the hangat.

Kurang lebih pukul 6 pagi kami sudah sampai di desa Sawarna dan disambut mas Aji, yang akan memandu kami menyebrangi jembatan gantung yang melewati sungai. Untuk masuk ke desa wisata ini kami dikenakan retribusi Rp 2.000,- perorang.

menikmati es kelapa

Kami langsung menuju Wisma Widi (cp: Bu Ade: 0819 1128 2912). Sampai di rumah yang akan menjadi tempat istirahat kami sampai hari Minggu, sudah terhidang pisang goreng yang masih hangat.. Pisang goreng itu langsung saja diserbu. Hmmm... nikmatnya. Ternyata ibu Ade juga sudah menyiapkan sarapan pagi. Nasi kuning, Telor balado, sambal terasi, tempe goreng, dan kerupuk. Minumannya... kelapa muda yang baru dipetik dari pohon.. Woahhh mengundang selera sekali... apalagi sambalnya... MANTABSSS....

Mas yudha memimpin menyusuri sawah dan bukit... Gak capek mas???

Rute di hari pertama ini, kami akan mengunjungi gua Lalay, gua kelawar. Untuk masuk ke sampai ke gua ini, kami menyusuri sawah, semak, hutan, dan menyeberangi sungai. SSttt.. sungai ini digunakan oleh warga untuk mencuci dan mandi. Airnya jernih dan sejuk. Padahal desa ini sangat dekat dengan pantai selatan. Masuk ke dalam gua, oleh mas Yudha, guide yang juga anak dari pemilik penginapan kami, disarankan untuk melepas sandal dan meninggalkannya di mulut gua. Aman lho. Begitu melepas sandal, kaki ini langsung disambut dengan pasir lembut dan air yang sejuk. Semakin dalam memasuki gua, jalanan semakin licin dan tidak rata karna banyak karang dan gundukan lumpur. Tak jarang kami terpeleset dan jatuh ke lumpur.
di dalam gua lalay

SSTtt... di sana kami benar-benar bisa melihat kelelawar lho... langit-langit guanya tidak rendah dan oksigen masih masuk ke dalam gua sekalipun gua ini berbau tidak sedap karna banyak kotoran kelelawar. Setelah cukup dalam dan dirasa jalan selanjutnya susah untuk dilewati oleh kami – kami yang berbody gede... (heheheh) kami memutuskan untuk keluar dari gua ini. Keluar dari sana, ada petugas yang menarik retribusi,. Tidak mahal, seorang hanya Rp 2.000,- saja.

Dari sana, kami susuri lagi sawah, hutan dan semak, sampai menemukan daerah bukit yang cukup tinggi dan terjal. Lepas dari Bukit yang bernama Cimonyet ini, kami menemukan perkampungan penduduk yang membuat gula kelapa alias gula merah. Kami sempat mampir sebentar untuk sekadar mencicipi dan berbincang. Di belakang perkampungan itu, langsung terhampar air yang biru, pasir yang putih, dan SEPI. Semua langsung berlarian untuk masuk ke dalam air laut. Membersihkan lumpur-lumpur yang melekat di tubuh dan menghapus keringat yang mencucur.

lagoon pari dari atas bukit

Lagoon Pari nama pantai itu. Bersih tanpa ada sampah dan sepi dari pengunjung. Seperti pantai milik kami sendiri, karena memang hanya kami ber 12 saja yang berada di pantai itu. Pantai itu seperti tersembunyi dari dunia luar.

Puas bermain air laut dan berfoto-foto (so pasti donk foto-foto.. :p), kami memutuskan pulang dulu ke penginapan dan makan siang sebelum melanjutkan perjalanan. Ternyata untuk sampai ke rumah, masih harus menguras tenaga... karna jalanan yang menanjak dan matahari yang sangat terik. Ditambah denagn baju yang basah kuyup dan perut yang sudah berdangdut, makin berat lah perjalanan pulang ini. Kurang lebih 1 jam perjalanan kami susuri untuk sampai ke rumah Bu Ade lagi. Di sana kami langsung menyantap makan siang yang sudah disiapkan. Ikan goreng, sambal terasi tak ketinggalan, dan sayuran. Plus kelapa muda. Hahahahah... Tau aja nih kalo kami kehausan.

pantai tapak si kabayan

Jam 2.30 kami memutuskan untuk kembali menjelajah ditemani mas Yudha. Kali ini, kami ke pantai Ciantir yang terletak di belakang penginapan. Lagi-lagi pantai itu bersih dan cukup sepi. Hanya ada beberapa bule yang bersantai. Bule –bule ini menurut Pak Ade bisa menginap di wismanya sampai 2-3 minggu. Biasanya mereka berselancar atau sekadar bersantai. Ombak di pantai daerah ini memang cocok untuk mereka yang menggemari selancar. Mas Yudha sendiri seorang peselancar dan menjadi model dari produk Planet Surf.


Berjalan menyusuri pantai, sampailah kami di icon yang terkenal di daerah ini. Karang setinggi 4 meter yang menyerupai layar Perahu. Yups, kami sudah di Tanjung Lalayar lengkap dengan Karang Layarnya. Hempasan ombak yang memukul karang-karang di sana sangat indah. Puas bermain di karang layar ini, kami melanjutkan perjalanan menyusuri pantai. Dan sampailah di tapak si Kabayan. Awalnya kami bingung, mana yang dinamakan tapak si kabayan. Ternyata, tapak si kabayan itu, karang bebatuan pendek yang bentuknya menyerupai tapak manusia. Oalaahhh... ada-ada saja....

Lanjut lagi... mumpung hari masih terang dan belum sunset..

senja di tanjug layar

kami menuju karang bodas. Karang tinggi yang cukup datar dan bisa untuk bersantai. Kami memutuskan istirahat di sini sambil menunggu waktu sunset. Di sini, kami juga bisa melihat bulu babi yang tersembunyi di sela-sela karang. Saat dirasa sunset hampir tiba, kami memutuskan pulang. Ternyata air laut sudah pulai pasang naik. Karang-karang yang tadinya kami lewati sudah ditutupi air. Pemandangan sunset di daerah ini sangat indah. Pantai yang langsung bersambung dengan tebing tinggi menambah kemistisan daerah ini.

Malamnya, beberapa dari kami, Lucas, Wenti, aku, Juna, Khun, Rikie, dan Ami memutuskan untuk mengikuti saudara Pak Ade untuk mendatangi nelayan yang sedang mencari ikan teri. Letak para nelayan yang dikira dekat ternyata jauh sekali. Belum lagi kami menyusuri pasir pantai yang tebal, hingga menghambat perjalanan. Belum lagi suasana yang sangat gelap. Senter yang dibawa juga tidak terlalu membantu. Ditambah lagi... sorenya kami mendengar kabar ada 3 orang anak kecil yang bermain di pantai belum diketemukan dan di perjalanan kami melihat ada sepatu anak kecil. Membuat makin horor saja perjalanan malam ini. Yang membuat senang adalah hamparan bintang di langit yang sangat banyak dan indah. Di Jakarta, kami susah menemukan bintang-bintang yang berkeliaran di langit seperti di sana. Sampai di tempat nelayan tersebut, ternyata mereka tidak mendapat ikan. Sedang menunggu menurut mereka. Sia-sia deh perjalanan malam ini....

Akhirnya kami pulang dan tidur. Esoknya, kami ketinggalan sunrise. OMG... saking capek dan ngantuknya setelah sehari sebelumnya dihajar untuk jalan kaki cukup jauh... kami ketinggalan sunrise dan baru bangun pukul 7 pagi. Akhirnya untuk hari terakhir itu, kami memutuskan ke gua langir.

gua langir

Gua pasir putih, yang ternyata tidak bisa dimasuki karna stalagmitnya patah dan menutup pintu gua. Sepanjang perjalanan, sejauh mata memandang, yang ada hanya pantai, pohon kelapa dan pasir. Sangat indah dan memanjakan mata. Karna sepi, berteriak di sini pun tak akan mengganggu orang. Ehhehehe... Meski tak bisa memasuki gua itu, kami cukup puas berpose di mulut gua yang tersembunyi di balik semak-semak belukar. Pemandangannya itu lho.. susah didapatkan di tempat lain. Kalau kata orang, masih perawan bokh.. heheheh...

pantai ciantir

Siang, saat pulang, kami mampir di daerah pelabuhan ratu untuk santap siang yang terlambat. Menu seafood menjadi incaran kami. Lesehan di pinggir pantai sambil santap seafood. Wow... jadi tak ingin pulang. Hehehehe... ternyata perjalanan pulang ini, tak selancar saat berangkat karena banyak kemacetan. Kami baru sampai jakarta pukul 12 malam. Padahal sudah berangkat pulang dari pukul 2 siang.

Di luar jam pulang yang tak sesuai ekspektasi kita, trip ini sangat dan amat mengasyikkan dan memuaskan. Hanya dengan Rp 350.000, - kami mendapat banyak pengalaman. Sttt... biaya segitu sudah termasuk bonus makan seafood di pelabuhan Ratu yang menghabiskan Rp 500.000,- lho. Untuk di Sawarnanya sendiri, Rp 1.000.000,- sudah termasuk makan 4 kali, kelapa muda tak terhitung jumlahnya, snack, minuman, dan penginapan untuk 12 orang. Sedangkan untuk guide, kami memberi tip Rp 100.000,- Murah sekali kan biaya perjalanan ini. Padahal pengalaman yang kami dapat sangat-sangat Wah... heheheh...Sawarna benar-benar menyimpan banyak pesonanya...

See you on next trip....

Ujung Genteng: Intan yang belum terasah

Bila hasrat untuk menikmati alam sudah menggebu.. Apa daya lagi. Ya, harus dipenuhi. Apalagi bila berada di Jakarta yang semakin sumpek dan ruwet.

Dengan modal info dari internet... Akhirnya kami berangkat ke sebuah tempat di selatan Sukabumi. Daerah yang kaya dengan tempat wisatanya. Mulai dari pantai, gua, dan air terjun. Ujung genteng tujuan trip kami kali ini. Dengan pasukan 12 orang, Aku, Arjuna, Chintia, Lala, Hugo, Sylvia, Wawa, Wenty, Polim, Wika, yenny, dan Nimas, kami berangkat pukul 22.00 dari Mall Taman Anggrek sebagai meeting point kami.

Perjalanan malam.. tidak selalu nyaman. Apalagi dengan jalanan yang tidak rata dan berkelok-kelok. Tapi mau bagaimana lagi... memang harus ditempuh. Dan perjalanan malam bisa menghemat waktu supaya lebih puas menikmati daerah tujuan. Sekitar pukul 3 pagi, kami sudah sampai di daerah Surade dan sedang turun hujan cukup deras. Karena sudah capek dan mengantuk, kami memutuskan berhenti di pom bensin di Surade untuk isitirahat dan numpang tidur di musholla.


Pukul 06.30 kami melanjutkan perjalanan ke pantai ujung genteng. Langsung ke penginapan. tadinya kami berencana ke curug cikaso dulu sebelum ke penginapan untuk memangkas waktu perjalanan. Tapi, kami kesulitan cari warung nasi untuk sarapan dan hujan masih turun rintik-rintik. Jadi lebih baik ke penginapan dulu untuk sekadar makan indomie atau pop mie yang sudah kami bawa.


Sepanjang perjalanan Surade-Ujung Genteng, pemandangan hijaunya sawah dan deretan pohon kelapa seolah memanjakan mata. Di kejauhan, mulai tampak, birunya laut. Bau tanah dan daun yang basah, bercampur dengan bau laut membuai penciuman kami semua.


Setelah menempuh perjalanan selama sekitar 1 jam, kami pun tiba di pinggir pantai. Kini saatnya mencari dimana letak penginapan kami, Pondok Adi tepatnya. Jalan berpasir dengan kubangan air menganga harus dilewati mobil kami untuk sampai ke pondok Adi. Tapi pemandangan yang disuguhkan.. wow.. pantai semua bung.. hahhaha.... Pondok Adi ini ternyata ada di tepi pantai. Begitu keluar dari Pondok Adi.. kita bisa berlarian di tepi pantai.


Begitu sampai di penginapan yang kami pesan beberapa hari sebelumnya, kami tidak bisa langsung membenahi bawaan kami. Pihak Pondok Adi ternyata masih mau membersihkan pondok kami. Sambil menunggu pondok itu siap dihuni, kami memutuskan untuk menyusuri Pantai Ujung Genteng dan Pantai Akuarium.


Dinamakan pantai akuarium karena pada saat pasang surut, kita bisa menikmati biota laut yang tertinggal di sela-sela karang. ikan yang berwarna warni, bintang laut, teripang, koral, dan sebagainya. Sepanjang garis pantai terdapat barisan karang selebar kurang lebih 500 meter yang berfungsi untuk memecah ombak. Ombak-ombak laut selatan yang terkenal besar langsung dibikin tak berkutik di sini sehingga pantai ini aman untuk digunakan bermain air dan mandi-mandi.


Penginapan kami bentuknya unik. Berbeda dengan penginapan lain yang berbentuk rumah biasa, penginapan di pondok adi ini berbentuk rumah panggung yang legkap dengan balkon kecilnya. Dari balkon ini, kita bisa langsung menikmati pantai di depannya. Halaman pondoknya ditanami pohon-pohon kelapa sehingga memberi kesan rindang sekalipun di siang hari.


Di pondok ini memang tidak disediakan makanan, tapi mereka memiliki fasilitas bakar-bakar ikan untuk pengunjungnya yang ingin membakar sendiri ikan mereka. Kita bisa belanja ikan di pasar ikan tak jauh dari situ. Dijamin harganya murah, dan ikannya segar. Kami sudah mencobanya untuk makan malam. Di pasar ikan, kami membeli udang 1 kilo seharga Rp 45.000,-, baby hiu Rp 15.000,-/ seekor, ikan layur Rp 25.000,-/kg, dan ikan kakap seharga Rp 30.000 untuk 1,5 kg.


Untungnya pagi itu cuacanya cerah setelah hujan melanda daerah itu. Dan pasang pun sedang surut. Alam sepertinya ingin memberi kesempatan kami untuk menikmati daerah itu. Rute pertama kami adalah menuju ke curug cikaso. Letak curug ini sekitar 1 jam perjalanan dengan mobil dari ujung genteng. Masih di daerah surade sih. Dengan mobil sewaan, kami langsung menuju ke curug ini. Sampai di sana, kami diantar ke gubug yang ternyata adalah loket tempat wisata. Ada paket wisata yang mereka tawarkan.


Paket curug cikaso Rp 80.000,- / perahu untuk 12 orang, hanya 5 menit dengan perahu. Dan paket Rp 200.000,- untuk ke curug cikaso dan sengkeu yang nantinya akan dijadikan tempat arung jeram. Kami memilih unutk mengambil paket Rp 200.000 tersebut. Sayang jika sudah sampai sana tapi tidak melihat tempat lain. Ternyata, pemandangan ke sengkeu sangat indah. Kiri kanan ada tebing dengan hutan lebat dan ada air terjun di sela-selanya. Sayangnya saat itu debit air sangat tinggi karna hujan semalam sehingga kami tidak bisa naik ke batu-batuan di tengah sungai. Menurut abang perahu yang juga penduduk setempat, jika debit air tidak tinggi, kami bisa duduk - duduk di batuan besar yang ada di tengah sungai.


Puas menikmati alam di sengkeu, kami langsung menuju ke curug cikaso. Curug dengan 3 air terjun layaknya tirai. Lagi-lagi debit air yang tinggi membuat air di curug ini sangat melimpah dah berterbangan ditiup angin. Airnya sejuk dan segar. Hanya saja, kadang muka terasa sakit terkena terpaan angin bercampur air.


Kami puaskan bermain dengan air di curug itu.. sambil tentu saja berfoto ria.. Untungnya abang perahu mengajak kami ke sebuah celah bebatuan yang dekat dengan air terjun unutk berfoto ria sehingga kamera kami tidak basah terkena hembusan air. Lepas dari curug itu, kami putuskan untuk berjalan kaki ke jembatan gantung yang letaknya tak jauh dari sana sambil mengeringkan pakaian. Mencoba sensasi menyberang di jembatan kayu gantung yang panjang dan tinggi dengan bawahnya adalah sungai yang cukup deras. Sensasinya itu lhooo.. hahahah…. Memang sih jembatan ini lebih kuat dibandingkan dengan jembatan di Sawarna. Tapi tetap saja, kalau kepeleset dan jatuh.. wassalam deh.


Lepas dari Curug cikaso… lanjut lagi ke cigangsa. Dengar-dengar sih untuk sampai ke air terjun ini jalannya terjal dan licin. Dan harus dengan jalan kaki. Benar saja, mobil yang kami tumpangi hanya bisa sampai di ujung desa. Dan perjalanan menyusuri bukit, pematang sawah, tebing dan sungai harus dilakukan dengan jalan kaki. Dan harus hati-hati. Terpeleset sedikit saja, langsung jatuh ke sawah-sawah jauh di bawahnya. Sungai yang dilalui pun sekalipun dangkal tapi licin dan berarus deras. Untungnya ada 2 orang warga setempat yang mengawal dan menjadi guide kami. Mereka dengan baik hati mencarikan jalan termudah untuk dilalui dan membantu kami.

Setelah naik dan turun berkali-kali.. sampailah kami di kaki air terjun. puas dengan air terjun dan medannya.. kami langsung meluncur ke Amanda Ratu Resort. Tempat yang dikenal dengan nama Tanah Lot Amanda Ratu. Ceritanya sih.. mau cari sunset di sini.. tapi apa daya.. mendung menggantung. heheheh.. lumayan lah.. semburat matahari bisa dinimatin sedikit di sela-sela mendung.


Esoknya.. sebelum pulang.. kami memutuskan untuk menghabiskan waktu di pantai akuarium saja. karena kemarin belum puas main di pantai. bermain dengan ombak.. menatap biota-biota laut.


SSTtt.. untuk trip kali ini... modalnya lagi-lagi Rp 350.000 an....hehhehe,....