Tongpes - Kantong Kempes tempat saya bercerita tentang perjalanan-perjalanan yang saya alami. Pengalaman hidup, rasa yang saya miliki, dan berbagai kenangan di dalamnya
Friday, June 5, 2015
Untung Jawa - Sejengkal keluar Dataran Tanah Jawa
Perjalanan dari BSD ke Tanjung Pasir kurang lebih 2 jam menggunakan angkutan umum alias angkot. Dari Tanjung Pasir yang tidak luas itu, ada banyak kapal penumpang yang akan menyeberangkan kita ke Pulau Unutung Jawa. Kapal terakhir sih katanya berangkat pukul 7 malam dari untung jawa. Biayanya Rp 25.000 per orang sekali jalan. Kalau ditanya berapa jam perjalanan... kurang lebih 30-45 menit aja. deket banget kan... Dan selama perjalanan ke pulau untung jawa, beberapa kali bisa melihat segerombolan burung sedang menari-nari di atas lautan. Pemandangan yang langka....
Di pulau ini selain ada pantai juga ada wisata hutan bakau/mangrove. Disini kita dapat berjalan di tengah hutan bakau melalui jalan setapak terbuat dari kayu-kayu sambil menikmati suasana alam laut yang segar. Untung Jawa sendiri bukan pulau yang tak berpenghuni. Di pulau ini sudah terdapat homestay atau penginapan sederhana dan banyak fasilitas untuk pengunjungnya. Asiknya lagi... makan seafood di sini tergolong murah dan harganya relatif sama satu sama lain. Paket berdua Rp 70.000 aja sudah dapat ikan setengah kilo, nasi, lalapan dan minum.ssttt.. kalau yang jual baik, bisa nambah cumi yang mayan gede satu ekor. hohohohohooh... Ikan di sini segar2 lho.... namanya juga pinggir pantai ya..
Sekalipun tak jauh dari daratan, perairan di pulau ini cukup bersih. Sangat berbeda jauh dari Ancol yang butek dan bau. Sayangnya garis pantai di pulau ini kecil.. tapi... pasirnya putih lhooooo... beberapa bagian dari pulau ini memang untuk budidaya bakau jadi selain pantai.. kita bisa menikmati berada di tengah hutan bakau.
Untuk menikmati pulau ini,.. enaknya jalan kaki santai. satu pulau bisa dikelilingin selama 1-2 jam aja kok.. plus foto-foto narsis ya.. bisa 3 jam lah.... ada banyak spot cakep buat narsis riaa euy.. dermaga.. kapal-kapal nelayan tua.. jembatan di tengah mangrove... perpaduan mangrove dan lautan... cakep-cakep lhoooo...Poin positifnya tempat ini.. bisa menikmati sunset yang bulettt...
Tuesday, December 28, 2010
Sawarna
Jumat 6 Agustus 2010 pukul 11 malam, Ransel sudah siap, 'peluru' sudah komplit, akomodasi sudah oke. Kini saatnya berangkat meninggalkan Jakarta. Berpetualang dan mencari kesegaran sekaligus menambah teman baru. Sukur-sukur ada yang nemu Jodoh. Ahahahhaha...Mel, Wenti, Evi, Nani, Ollie, Asina, Arjuna, Lucas, Khunkhun, Riki, Riyant, dan Ami adalah pasukan dalam perjalanan ini.
Jam 11 tepat, kami meninggalkan Jakarta dengan mobil elf sewaan plus sopirnya. Mobil ini kami sewa seharga 1,8 juta selama 3 hari. Harga tersebut belum termasuk bensin. Untuk bensinnya sendiri kurang lebih Rp 300.000,- pulang pergi. Kami mengambil rute Jakarta-Pelabuhan Ratu-Sawarna yang cukup cepat. Hanya sekitar 6 jam perjalanan saja. Sebelum sampai di desa Sawarna, Lebak, Banten, kami sempat mampir di warung pinggir jalan untuk istirahat sejenak dan menghangatkan tubuh dengan semangkuk indomie dan the hangat.
Kurang lebih pukul 6 pagi kami sudah sampai di desa Sawarna dan disambut mas Aji, yang akan memandu kami menyebrangi jembatan gantung yang melewati sungai. Untuk masuk ke desa wisata ini kami dikenakan retribusi Rp 2.000,- perorang.
Kami langsung menuju Wisma Widi (cp: Bu Ade: 0819 1128 2912). Sampai di rumah yang akan menjadi tempat istirahat kami sampai hari Minggu, sudah terhidang pisang goreng yang masih hangat.. Pisang goreng itu langsung saja diserbu. Hmmm... nikmatnya. Ternyata ibu Ade juga sudah menyiapkan sarapan pagi. Nasi kuning, Telor balado, sambal terasi, tempe goreng, dan kerupuk. Minumannya... kelapa muda yang baru dipetik dari pohon.. Woahhh mengundang selera sekali... apalagi sambalnya... MANTABSSS....Rute di hari pertama ini, kami akan mengunjungi gua Lalay, gua kelawar. Untuk masuk ke sampai ke gua ini, kami menyusuri sawah, semak, hutan, dan menyeberangi sungai. SSttt.. sungai ini digunakan oleh warga untuk mencuci dan mandi. Airnya jernih dan sejuk. Padahal desa ini sangat dekat dengan pantai selatan. Masuk ke dalam gua, oleh mas Yudha, guide yang juga anak dari pemilik penginapan kami, disarankan untuk melepas sandal dan meninggalkannya di mulut gua. Aman lho. Begitu melepas sandal, kaki ini langsung disambut dengan pasir lembut dan air yang sejuk. Semakin dalam memasuki gua, jalanan semakin licin dan tidak rata karna banyak karang dan gundukan lumpur. Tak jarang kami terpeleset dan jatuh ke lumpur. SSTtt... di sana kami benar-benar bisa melihat kelelawar lho... langit-langit guanya tidak rendah dan oksigen masih masuk ke dalam gua sekalipun gua ini berbau tidak sedap karna banyak kotoran kelelawar. Setelah cukup dalam dan dirasa jalan selanjutnya susah untuk dilewati oleh kami – kami yang berbody gede... (heheheh) kami memutuskan untuk keluar dari gua ini. Keluar dari sana, ada petugas yang menarik retribusi,. Tidak mahal, seorang hanya Rp 2.000,- saja.
Dari sana, kami susuri lagi sawah, hutan dan semak, sampai menemukan daerah bukit yang cukup tinggi dan terjal. Lepas dari Bukit yang bernama Cimonyet ini, kami menemukan perkampungan penduduk yang membuat gula kelapa alias gula merah. Kami sempat mampir sebentar untuk sekadar mencicipi dan berbincang. Di belakang perkampungan itu, langsung terhampar air yang biru, pasir yang putih, dan SEPI. Semua langsung berlarian untuk masuk ke dalam air laut. Membersihkan lumpur-lumpur yang melekat di tubuh dan menghapus keringat yang mencucur.
Lagoon Pari nama pantai itu. Bersih tanpa ada sampah dan sepi dari pengunjung. Seperti pantai milik kami sendiri, karena memang hanya kami ber 12 saja yang berada di pantai itu. Pantai itu seperti tersembunyi dari dunia luar.
Puas bermain air laut dan berfoto-foto (so pasti donk foto-foto.. :p), kami memutuskan pulang dulu ke penginapan dan makan siang sebelum melanjutkan perjalanan. Ternyata untuk sampai ke rumah, masih harus menguras tenaga... karna jalanan yang menanjak dan matahari yang sangat terik. Ditambah denagn baju yang basah kuyup dan perut yang sudah berdangdut, makin berat lah perjalanan pulang ini. Kurang lebih 1 jam perjalanan kami susuri untuk sampai ke rumah Bu Ade lagi. Di sana kami langsung menyantap makan siang yang sudah disiapkan. Ikan goreng, sambal terasi tak ketinggalan, dan sayuran. Plus kelapa muda. Hahahahah... Tau aja nih kalo kami kehausan.
Jam 2.30 kami memutuskan untuk kembali menjelajah ditemani mas Yudha. Kali ini, kami ke pantai Ciantir yang terletak di belakang penginapan. Lagi-lagi pantai itu bersih dan cukup sepi. Hanya ada beberapa bule yang bersantai. Bule –bule ini menurut Pak Ade bisa menginap di wismanya sampai 2-3 minggu. Biasanya mereka berselancar atau sekadar bersantai. Ombak di pantai daerah ini memang cocok untuk mereka yang menggemari selancar. Mas Yudha sendiri seorang peselancar dan menjadi model dari produk Planet Surf.
Berjalan menyusuri pantai, sampailah kami di icon yang terkenal di daerah ini. Karang setinggi 4 meter yang menyerupai layar Perahu. Yups, kami sudah di Tanjung Lalayar lengkap dengan Karang Layarnya. Hempasan ombak yang memukul karang-karang di sana sangat indah. Puas bermain di karang layar ini, kami melanjutkan perjalanan menyusuri pantai. Dan sampailah di tapak si Kabayan. Awalnya kami bingung, mana yang dinamakan tapak si kabayan. Ternyata, tapak si kabayan itu, karang bebatuan pendek yang bentuknya menyerupai tapak manusia. Oalaahhh... ada-ada saja....
Lanjut lagi... mumpung hari masih terang dan belum sunset..
kami menuju karang bodas. Karang tinggi yang cukup datar dan bisa untuk bersantai. Kami memutuskan istirahat di sini sambil menunggu waktu sunset. Di sini, kami juga bisa melihat bulu babi yang tersembunyi di sela-sela karang. Saat dirasa sunset hampir tiba, kami memutuskan pulang. Ternyata air laut sudah pulai pasang naik. Karang-karang yang tadinya kami lewati sudah ditutupi air. Pemandangan sunset di daerah ini sangat indah. Pantai yang langsung bersambung dengan tebing tinggi menambah kemistisan daerah ini.
Malamnya, beberapa dari kami, Lucas, Wenti, aku, Juna, Khun, Rikie, dan Ami memutuskan untuk mengikuti saudara Pak Ade untuk mendatangi nelayan yang sedang mencari ikan teri. Letak para nelayan yang dikira dekat ternyata jauh sekali. Belum lagi kami menyusuri pasir pantai yang tebal, hingga menghambat perjalanan. Belum lagi suasana yang sangat gelap. Senter yang dibawa juga tidak terlalu membantu. Ditambah lagi... sorenya kami mendengar kabar ada 3 orang anak kecil yang bermain di pantai belum diketemukan dan di perjalanan kami melihat ada sepatu anak kecil. Membuat makin horor saja perjalanan malam ini. Yang membuat senang adalah hamparan bintang di langit yang sangat banyak dan indah. Di Jakarta, kami susah menemukan bintang-bintang yang berkeliaran di langit seperti di sana. Sampai di tempat nelayan tersebut, ternyata mereka tidak mendapat ikan. Sedang menunggu menurut mereka. Sia-sia deh perjalanan malam ini....
Akhirnya kami pulang dan tidur. Esoknya, kami ketinggalan sunrise. OMG... saking capek dan ngantuknya setelah sehari sebelumnya dihajar untuk jalan kaki cukup jauh... kami ketinggalan sunrise dan baru bangun pukul 7 pagi. Akhirnya untuk hari terakhir itu, kami memutuskan ke gua langir.
Gua pasir putih, yang ternyata tidak bisa dimasuki karna stalagmitnya patah dan menutup pintu gua. Sepanjang perjalanan, sejauh mata memandang, yang ada hanya pantai, pohon kelapa dan pasir. Sangat indah dan memanjakan mata. Karna sepi, berteriak di sini pun tak akan mengganggu orang. Ehhehehe... Meski tak bisa memasuki gua itu, kami cukup puas berpose di mulut gua yang tersembunyi di balik semak-semak belukar. Pemandangannya itu lho.. susah didapatkan di tempat lain. Kalau kata orang, masih perawan bokh.. heheheh...Siang, saat pulang, kami mampir di daerah pelabuhan ratu untuk santap siang yang terlambat. Menu seafood menjadi incaran kami. Lesehan di pinggir pantai sambil santap seafood. Wow... jadi tak ingin pulang. Hehehehe... ternyata perjalanan pulang ini, tak selancar saat berangkat karena banyak kemacetan. Kami baru sampai jakarta pukul 12 malam. Padahal sudah berangkat pulang dari pukul 2 siang.
Di luar jam pulang yang tak sesuai ekspektasi kita, trip ini sangat dan amat mengasyikkan dan memuaskan. Hanya dengan Rp 350.000, - kami mendapat banyak pengalaman. Sttt... biaya segitu sudah termasuk bonus makan seafood di pelabuhan Ratu yang menghabiskan Rp 500.000,- lho. Untuk di Sawarnanya sendiri, Rp 1.000.000,- sudah termasuk makan 4 kali, kelapa muda tak terhitung jumlahnya, snack, minuman, dan penginapan untuk 12 orang. Sedangkan untuk guide, kami memberi tip Rp 100.000,- Murah sekali kan biaya perjalanan ini. Padahal pengalaman yang kami dapat sangat-sangat Wah... heheheh...Sawarna benar-benar menyimpan banyak pesonanya...
See you on next trip....
Monday, December 27, 2010
Taman Kota 2 - BSD
Taman Kota 2 BSD City, bisa menjadi salah satu pilihan untuk istirahat sejenak, mencuri waktu dari segala kesibukan. Berada dekat dengan Jakarta dan transportasi yang mudah, Taman Kota 2 ini menjadi mudah dijangkau. Kawasan taman yang dibangun oleh pengelola perumahan BSD city ini menjadi salah satu tujuan warganya untuk rehat sejenak. Berolahraga atau sekadar iseng berjalan-jalan. Terletak dekat dengan Taman Tekno pergudangan, tepatnya di Jl. Tekno Widya, Taman Tekno, Buaran, tempat ini memiliki wilayah yang luas serta dikelola dengan baik, tempat ini juga bagus untuk menjadi tempat fotografer pemula menjajal kemampuannya. Hutan buatan yang berfungsi sebagai paru-paru kota ini memiliki banyak sudut yang bisa menjadi objek menarik.
Begitu masuk ke dalam tempat ini, kita akan langsung disambut oleh Jembatan merah yang mirip dengan jembatan merah di Kebun Raya Bogor. Tapi minus dengan mitos untuk orang pacarannya lho. Hehehhe... Di bawah jembatan ini, mata kita akan disuguhi oleh pemandangan sungai yang cukup indah. Kadang kala, kita bisa melihat kerbau-kerbau yang sedang bermain air di sana. Tak hanya jembatan merah, di sana juga sudah disediakan jogging trek untuk yang ingin olahraga. Capek berolahraga, kita bisa sekadar duduk-duduk santai di bangku-bangku kayu yang tersebar di banyak tempat. SStt.. di sana juga ada gazebo, tree house dan mini water flow alias air terjun buatan. Heheheheh.... Kerimbunan pepohonan di sana menjadikan tempat ini sejuk sekalipun matahari bersinar terik.
Mengenai kebersihannya, tak perlu berpikir tempat ini kotor. Tempat ini bersih. Di setiap sudutnya bisa ditemukan tempat-tempat sampah. Tempat ini juga sering menjadi tempat pacaran abg di skitar situ lho.. hahhaha..
Untuk mencapai tempat ini, bisa menggunakan kereta api jurusan tanah abang-serpong dan turun di rawa buntu, lalu dilanjutkan dengan angkutan kota jurusan bsd-parung. Turun di perempatan Tekno, dan berjalan kaki sebentar.
Jika menggunakan Bus, bisa dengan bus yang menuju Cikokol atau Kebun Nanas, dan dilanjutkan dengan Angkutan kota menuju BSD. atau menggunakan feeder BSD City dari Ratu Plaza, Pasar Baru, atau Mangga Dua. Untuk masuk ke areanya, tidak ada biaya, alias GRATIS.