|
Segara Anakan dikelilingi pepohonan |
Pagi-pagi buta, kamar sebelah sudah aku ketuk. Membangunkan penghuninya untuk segera bersiap memulai perjalanan kembali. Tujuan kali ini adalah sebuah tempat yang menjadi tujuan utama perjalanan panjang ini. PULAU SEMPU dengan Segara Anakannya yang terkenal di kalangan pecinta alam dan para backpacker.
Untuk mencapai pulau sempu ini, kami harus ke pantai sendang biru yang terletak di desa sumbermanjing. Perjalanan dari malang kota sampai pantai ini kurang lebih 2 jam, melewati Turen. Awalnya jalanan mulus dan lurus.. Tidak berbelak belok. Lama-lama jalanan menjadi menanjak, dan berkelak-kelok. Cukup menyeramkan karena turunan dan belokan tajam dan jalanan yang tidak terlalu lebar. Pemandangan di sekiltarnya indah lho. Karena kita berada di ketinggian, otomatis.. Kita disuguhi pemandangan desa di bawahnya yang masih memiliki lahan padi luas... Segar dan sejuk lho....
Pulau Sempu yang terletak di Malang Selatan ini baru beberapa tahun terakhir ini menjadi pusat perhatian dan menjadi salah satu tujuan wisata para backpacker dari dalam dan luar negeri. Pulau yang seluruhnya tertutup pepohonan ini sebenarnya bukanlah tempat wisata, melainkan sebuah cagar alam yang dilindungi oleh pemerintah propinsi Jawa Timur. Pulau dengan luas huta 887 ha ini memiliki sebuah danau yang airnya asin di tengahnya. Air danau ini berasal dari air laut yang berada di luar pulau. Pulau ini langsung terhubung dengan Samudera Hindia.
Segara Anakan, danau dengan air asin itu, terjaga keaslian dan kebersihannya. Mengingat tempat ini bukanlah tempat wisata, tentu saja tidak terdapat fasilitas dan kemudahan untuk pengunjung yang ingin menikmati keindahannya.
Untuk mencapai Segara Anakan, pengunjung harus menyeberang dengan perahu dari Pantai Sendang Biru setelah mendapat ijin da
ri petugas konservasi setempat. Sebenarnya, untuk masuk ke dalam hutan di pulau sempu dan mencapai segara anakan, tiap pengunjung yang datang sudah harus membawa SIMAKSI (Surat Ijin Memasuki Kawasan Konservasi) Untuk pulau sempu sendiri, SIMAKSI ini dikeluarkan oleh petugas yang berada di bandara Juanda. Tidak ada perwakilan di tempat lain. Namun, karena banyak pengunjung yang tidak memahami hal ini, menurut petugas di pulau sempu, maka petugas di pulau sempu mengeluarkan surat ijin untuk pengunjung. Tentu saja dengan biaya pengganti sukarela. Kemarin ini kami memberikan Rp 20.000 untuk biaya penggantinya.
|
Indahnya pasir pantai berpadu dengan air |
Selesai dengan urusan administrasi dan pemberian petujuk, kami mulai ke penyewaan sepatu khusus untuk berjalan di dalam hutan. Petugas yang ada tidak memaksa kami menyewa sepatu itu, namun menganjurkan unutk memakai sepatu khusus, mengingat meda di dalam hutan sempu yang berlumpur, penuh akar pohon dan berkarang. Sepatu yang digunakan mirip dengan sepatu bola, bedanya hanya pada bahan yang dipakai. Bahan untuk sepatu ini adalah karet. Sol bagian bawah sepatu juga memiliki tonjolan-tonjolan yang nantinya memudahkan perjalanan dan tidak membuat kaki kita lecet saat menginjak karang-karang tajam.
Mendengar penjelasan si petugas, terkesan setengah memaksa untuk menyewa sepatu, namun, setelah dipikir-pikir, masuk akal juga mengingat akhir-akhir ini cuaca hujan, dan seluruh lapisan pulau tertutup pohon tebal yang tidak memungkinkan tanah terkena cahaya matahari. Pasti sangat becek dan susah dilalui. Ternyata harga penyewaan sepatu hanya Rp 10.000,- sekali pakai sampai selesai. Kalau misalkan kita berniat kemping di dekat segara anakan pun, harga sewa sepatu tetap Rp 10.000,- Tidak komersil juga. Cukup wajar lah untuk sewa sepatu khusus seperti itu.
Beres sudah urusan sepatu. Sepatu kami masing-masing dititipkan ke ibu yang menyewakan sepatu tersebut. Lanjutnya, urusan pemandu. Dari awal, aku sudah tau dari informasi di internet bahwa kita bisa meminta pemandu untuk membantu kita sampai ke segara anakan. Dan ternyata semua yang kita butuhkan bisa kita dapatkan dari petugas konservasi setempat yang mencarikan pemandu. Mengenai harga, standarnya Rp 100.000,- untuk 1 kali perjalanan bolak-balik. Entah jika menginap. Bisa jadi sama atau lebih. Pemandu ini juga bisa membantu kita membawa beberapa barang bawaan mengingat biasanya pemandu yang ada adalah bapak-bapak dan telah mengetahui medan yang dilalui.
Pemandu yang akan membawa kami melewati hutan adalah Pak Masdi. Dari Pak Masdi ini kami diajak untuk menyewa perahu nelayan yang memang tersedia untuk melayani penyeberangan dari Pantai Sendang Biru ke Pulau Sempu. Jarak antara pantai Sendang Biru dan Pulau Sempu memang tidak terlalu jauh, waktu tempuhnya menjadi sebentar. Tidak sampai 30 menit. Harga untuk sewa perahu ini Rp 100.000 untuk perjalanan antar dan jemput. Saat sudah akan kembali ke sendang biru, kita bisa menelpon si pemilik perahu untuk dijemput. Jadi, kita harus meminta nomor telepon pemilik perahu.
Setelah semua urusan beres, kami langsung berangkat. Barang-barang sudah kami simpan di dalam mobil. Yang kami bawa hanya satu tas ransel yang berisi botol air dan kamera yang menggantung di leher. Kami tidak ingin membawa banyak barang yang akan menyulitkan kami sendiri di perjalanan. Kapal no 14 membawa kami menuju Teluk Semut yang merupakan bagian dari Pulau Sempu yang juga merupakan pintu masuk dari hutan Sempu yang menuju ke Segara Anakan.
Sepanjang perjalanan menuju teluk sempu, hanya warna biru laut dan langit serta putihnya awan yang terlihat. Dan tentu saja hijaunya pepohonan lebat. Suasananya sangat tenang… dan tentu saja bersih. Tidak terlihat sampah di perairannya. Semakin dekat dengna teluk semut, terlihat akar-akar mpohon bakau yang naik ke permukaan air. Dari kejauhan terlihat pantai pasir putih yang akan menyambut kami di teluk itu. Semula aku kira, di bagian dalam akan demikian. Jika begitu.. penjelasan dari si petugas konservasi mengenai kondisi berlumpur salah total. Namun, ternyata perkiraanku salah. Semakin masuk ke dalam.. medan yang kami lalui semakin susah. Untung saja, Pak Masdi, pemandu kami berinisiatif memotongkan batang-batang pohon yang cukup kokoh untuk kami jadikan tongkat.
Sepanjang perjalanan, beberapa kali aku harus berhenti dan membersihkan sepatu yang sudah tebal lumpurnya atau terperosok dalam Lumpur dan susah mengangkat kaki karena salah melangkah. Sungguh perjalanan yang tidak mudah dilewati. Selain Lumpur, masih adalagi kondisi jalan yang tidak rata semua, melainkan miring. Beberapa tempat memiliki kemiringin kurang lebih 30-40 derajat. Ada juga tempat yang memiliki ketinggian yang berbeda jauh. Bahkan di perjalanan tersebut ada beberapa tempat yang dipisahkan oleh sungai kecil yang penuh dengan Lumpur dan akar pohon.
|
Medan dalam hutan rimba |
Salah melangkah sedikit saja, bisa jadi bnayak luka di sekujur tubuh. Bagi yang sangat menjaga keindahan tangan, mending gak ke tempat ini deh. Untuk melewati hutan ini, tangan sangat berfungsi dalam menjaga keseimbangan tubuh dan menahan tubuh.
Karena sepanjang jalan dipenuhi pohon dan batang – batang pohon yang cukup kuat, maka kita bisa berpegangan pada batang-batang pohon sambil memijakkan kaki di Lumpur-lumpur. Jadi bisa dibayangkan bagaiamana kondiis telapak tangan yang harus terus mencengkeram batang demi batang. Tentu saja banyak lecet yang didapat. Tak jarang juga tertusuk duri. Hehehhe…2 jam lamanya perjalanan yang menyiksa ini. Naik turun, panjat sana sini, keperosok sana sini, pantat sudah penuh Lumpur, belum lagi kaki lecet dan perih serta berlumpur.
Start 9.30 sampai di segara anakan hamper pukul 12 siang. Melelahkan memang. Namun pemandangan yang kita dapatkan sangat-sangat memukau. Sebuah pantai yang sangat terpencil dan tidak luas namun menawarkan air yang sejuk, bening, dan bersih.
Suara ombak di kejauhan yang beradu dengan karang-karang terdengar sangat jernih. Belum lagi pasir pantainya yang sangat bersih. Ternyata di pantai yang tidak luas ini sudah terpasang banyak tenda kecil. Pantai pasir Panjang dan Segara Anakan sungguh perpaduan yang sangat indah dan memanjakan mata.
Duduk di batu karang sambil berendam kaki di air yang bening namun asin terasa segar. Lumpur-lumpur di kaki dan sekujur tubuh langsung digosok dan dibersihkan. Peluh yang tadinya bercucuran rasanya hilang dalam sekejap. Begitu sampai di pinggir pantai, aku langsung berlari ke tengah danau dan menceburkan diri di sana. Berusaha melepas lelah di tengah beningnya air. Danau kecil dikelilingi karang dan pepohonan lebat… bisa dibayangkan betapa indahnya… membuat mata tak bosan memandang dan mengaguminya.
Puas bermain air dan berfoto ria, kami bertiga, aku, ari, dan arjuna mencoba menaiki karang tinggi yang ternyata ada jalan setapaknya. Sampai di paling atas… lagi-lagi pemandangan yang sangat mengagumkan yang ditawarkan. Laut lepas di depan mata. Segara anakan lengkap dengan hutan yang mengelilinginya di belakang mata. Wow… sangat-sangat indah. Sekaligus tempat yang oke banget buat merenung n pacaran. Hahahah.. selain kami ada banyak rombongan lain. Beberapa dari mereka sepertinya adalah pasangan kekasih yang memiliki pemikiran yang sama dengan kami. Tempat ini cocok untuk pacaran dan bengong. Selain tenang, sejuk, dan indah, dijamin gak ada yang akan mengusik.
|
Batu karang langsung ke laut |
Dari atas karang tempat aku dan teman-teman duduk, deburan air laut yang menghantam karang-karang di bawah kami terlihat menakjubkan. Kekuatan air laut seperti ingin merobohkan karang yang dihantamnya. Seperti ingin mengajak karang untuk ikut berkejaran di lautan. Airnya yang biru jernih memukau mata. Tangan langsung bergerak, jeprat-jepret mengabadikan apa yang terlihat mata. Rasanya tak puas tangan menekan shutter untuk membuat gambar. Berbagai sudut diambil.. Depan dan belakang sama-sama memiliki pemandangan menakjubkan. Karang ini benar-benar strategis untuk menikmati pemandangan.
Puas di karang, turun lagi ke pantai. Memanjakan diri dengan air dan pasir sambil ngobrol2 dengan sang pemandu. Menurut pak masdi, di tempat konservasi ini ada 3 orang pemandu resmi selain driinya yang biasa diminta memandu pengunjung yang datang. Sisanya biasanya adalah pemandu liar yang merupakan penduduk sekitaar yang mengenal setiap inci jalanan. Katanya lagi, di perairan antara sendang biru dan sempu saat subuh sekitar pukul 1- 3 pagi biasanya ada lumba-luimba yang bermain di perairan. Wah jadi penasaran... Sayang kami tidak menginap di sini.
Sekitar pukul 14.00 kami memutuskan untuk hengkang dari segara anakan. Kembali menyusuri hutan untuk sampai ke Teluk Semut. Tenaga sudah terkuras. Belum makan siang.. Perjalanan jadi terasa semakin berat... Akhirnya pukul 16.30 sampai di Teluk Semut. Kata si pemandu, karena lewat dari jam 4 sore, uang perahu harus tambah 50 ribu. Dia juga menawari untuk memutar perjalanan melewati 'Pelawangan', karang di tengah laut yang menyerupai gapura. Sama-sama nambah 50 ribu.. Kenapa gak sekalian. Sudah sampai sempu juga. Toh sudah telat jamnya juga. Ya dimanfaatkan sekalian. Daripada langsung balik ke sendang biru.
Ternyata perjalanan ke pelawangan memanjakan mata. Banyak sekali bagian-bagian menjorok dari pulau sempu yang memiliki pasir putih kecil yang bersih. Karang2 tinggi di sekitar perairan seperti menyambut kapal-kapal yang berlayar. Seperti ingin menemani pelayar-pelayar. Perpaduan langit sore, air dan karang memberikan siluet indah yang menyuguhkan lukisan siluet alam.Sekalipun perjalanan berat dan melelahkan, tapi benar-benar membuat mata segar.